Bungkus-bungkus, jadinya..?
Ssssssss... terdengar suara penggorengan mendesis.
Asap mengepul, bau sedap tercium. Dimana-mana terdapat mahasiswa maupun
mahasisiwi yang asyik menikmati santapan sampil mengobrol dengan ceria. Dina
masuk dan mendatangi si empunya warung, “Pak nasi gorengnya satu!”. Bapak
penjual langsung menjawab sembari masih sibuk menggoreng, “ Dibungkus nak?”. Tanpa ragu Dinapun
menjawab,“ Iya Pak. Gak pedes ya..”
Tidak asing dengan
percakapan ini? Tentu saja untuk mahasiswa yang merupakan anak kos, pasti sudah
tidak asing. Kebiasaan untuk membeli makanan di warung, dibungkus , kemudian di
bawa pulang bukanlah sesuatu hal yang aneh. Selain lebih santai makan di kos,
ada pula yang beralasan untuk berhemat. Karena makanan yang dibungkus selain
bisa dibagi untuk dua kali makan, juga berarti tidak perlu membeli
minuman. Masalahnya adalah, dibungkus,
berarti kita menggunakan plastik untuk membungkus. Plastik semakin menumpuk, dan
berserakan di kamar kos. Tidak digunakan untuk apa-apa dan ujung-ujungnya
dibuang begitu saja. Padahal, plastik adalah salah satu limbah yang sangat
sulit untuk terurai.
Bila dianggap dalam
sehari kita makan 3 kali, dan yang dibungkus palling tidak sekali, maka minimal
kita sudah menumpuk 1 tas kresek ukuran kecil.
Dalam seminggu ada 7 tas kresek yang ditumpuk dan dalam sebulan sudah
mencapai 30 buah. Bahkan dari sebuah berita, ada 700 buah sampah plastik yang dihasilkan tiap orang
per tahun di kawasan Bandung. Ihh wow
banget yap..Memang kenyataannya tidak sebanyak itu yang tertumpuk di kos.
Karena pasti ada beberapa yang digunakan kembali entah untuk membungkus apa
ataupun sebagai tempat apa. Namun pasti ujung-ujungnya akan sampai di tempat
sampah pula. Sangat sedikit yang digunakan lagi dan lagi atau direcycle menjadi
barang lain yang memiliki nilai guna.
Nah dimana letak
permasalahannya?
Masalahnya adalah sampah
plastik merupakan salah satu sampah yang sangat sulit terurai. Data
menyebutkan, butuh waktu 500 tahun bagi plastik agar dapat terdegradasi. Memang
saat ini sudah banyak sekali diproduksi plastik yang ramah ingkungan, dimana
plastik tersebut lebih mudah terurai. Tapi plastik kebanyakan yang dipakai
sehari-hari adalah yang sulit terurai. Plastik tersebut akan tertanam di tanah
hingga bertahun-tahun dan dapat mencemari tanah. Bila dibakar dapat menyebabkan
pencemaran udara pula.
Lalu bagaimana
pengatasannya?
Tidak perlu berfikir
terlalu jauh-jauh dulu untuk mengatasi hal ini. Mari mulai dari hal-hal yang
kecil saja. Misalnya, mulai berhemat menggunakan plastik itu sendiri. Salah
satu program di Bandung mengusung tema Diet Plastik. Kelompok pecinta
lingkungan di sana ramai-ramai mengadakan gerakan melukis tas kain. Diharapkan
dengan hal tersebut dapat mengurangi penggunaan plastik sebagai pembungkus, dan
memperbanyak penggunaan tas kain. Lebih
ramah lingkungan kan? Karena tas kain tersebut bisa digunakan berkali-kali
alias bisa di-reuse.
Bagi anak kosan,
penghematan ini bisa dilakukan juga. Contoh kecil adalah tidak menggunakan
plastik secara berlebihan. Misalkan kita sedang
memfotokopi sesuatu, bila hanya mengkopi sedikit saja, lebih baik tidak
meminta plastik untuk membungkusnya. Toh bisa dimasukkan ke dalam tas kan? Atau
biasanya sudah punya map tersendiri bagi yang takut fotokopiannya akan lecek.
Menurut pengalaman saya,biasanya kita mencari tempat fotokopi yang
tidak terlalu jauh dari kos. Sehingga tidak masalah untuk membawa
fotokopian tanpa dimasukkan ke dalam plastik.
Kalau menilik pendahuluan
di atas, kita bisa berhemat menggunakan tas kresek pembungkus makanan. Misalnya
menyediakan kantong tersendiri sebagai pembungkus makanan yang bisa digunakan
berkali-kali. Bisa juga meminta untuk menggunakan satu plastik sekaligus bila
membeli beberapa macam makanan atau untuk beberapa orang yang masih satu kosan.
Daripada dibuang, kan sayang??
Sebagai tugas P2SMB, saya juga pernah menulis
artikel tentang penggunaan tas kresek untuk membungkus makanan. Judulnya adalah
Tas Kresekmu Mana? Idenya sih bisa dibilang reuse
dari tas kresek itu sendiri. Jadi misal kita membeli makanan, sebaiknya kita
sudah membawa sendiri tas kresek bekas kita dari kosan. Dengan begitu
penggunaan tas kresek bisa dikurangi. Di akhir artikel saya malah menambahkan
kalimat yang kurang lebih berbunyi “mari
sama-sama menggalakkan penggunaan tas kresek bekas untuk membungkus makanan.
Sehingga bila kita pergi ke warung makan, si empunya warung tinggal
berkata,”tas kresekmu mana?””. Heheheh... Bukan ide yang buruk juga setelah
dipikir-pikir, hanya saja agak sulit terealisasi. Karena agak “rempong” dan
agak memalukan juga membawa-bawa tas kresek sendiri saat pergi ke warung makan.
Yaah, tapi yang penting
intinya kan kita berusaha untuk berhemat menggunakan plastik ya? mau seperti
apapun caranya tidak terlalu menjadi masalah. Yuk, sama-sama jaga bumi tercinta.
Kasian kan bumi sudah semakin sakit gara-gara kelakuan kita?
kalo saya tak kumpulin ming, terus tak jual kalo dah kiloan. Lumayan dapet duit. Heheheheh......
BalasHapuswah, jual di kosku banyag, lumayan tuh, hwohoho
Hapus