Sepenggal Kisah yang Telah Lalu
SPONTAN. Aku membangunkan tubuhku yang sejak tadi sudah
terbaring, menunggu lelah menjemput dan mengantarkanku ke dunia mimpi. Sudah
jam 11 malam, sementara besok kuliah pertamaku dimulai pukul 7 pagi. Seharusnya
aku masih berbaring dan sekali lagi menunggu lelahku menjemput dan
mengantarkanku ke dunia mimpi. Tapi apa yang aku lakukan? Duduk di pinggir
kasurku dengan telinga ditemani alunan musik dari ipodku, dan jari-jari yang
sibuk menari di atas untaian keyboard laptopku. Moodku datang sesuka hati, berlalu
juga sesuka hati. Jika tak kukeluarkan seluruh ide yang mendesak otakku
sekarang, besok aku akan sudah kehilangan minat dan tulisan ini tak akan pernah
ada.
Ketika aku mulai memikirkan, apa sesungguhknya yang ingin
kutulis? Mendadak aku terdiam, aku bingung apa yang ingin aku tuliskan. Kubaca
ulang semua yang telah aku ketikkan. Oh yaah, aku sedang teringat akan sesuatu.
Sebuah tulisan yang telah lama aku hapus. Tulisan yang bercerita tentang aku,
kau dan dia, juga tentang hal-hal yang menyangkut kita.
Semua memori sejak pertemuan awal kita sudah aku tuliskan
disana. Keraguanku akan kehadiranmu, kehadiranmu yang perlahan menghapus
kehadirannya, kehadirannya yang kini hanya jadi memori usang, yang ceritanya
sudah aku umbar ke banyak orang tanpa lagi meninggalkan jejak yang berarti di
hati. Bukan hilang, aku hanya belajar lebih menggunakan logika.
Ketika aku mengingat kembali semua itu, aku bertanya,
masihkah aku simpan sesuatu untukmu itu ketika saat ini kita sudah dalam posisi
sebagai teman?
Aku kecewa padamu. Kecewa karena aku yang lebih dulu, aku
yang selalu ada, tapi kau melupakanku begitu saja sejak kehadirannya (bukan
kehadirannya dari konteks sebelumnya). Dan saat kau tak mendapatkannya kau
mulai teringat lagi padaku? Kau pikir aku ini apa? Gelas di lemari??
Tulisan itu sudah aku hapus, seiring tekadku menghapus
berartinya keberadaanmu di hadapanku. Aku tak bisa memungkiri aku masih memberi
perhatian yang lebih padamu. Tapi aku cukup tahu dengan kisahmu. Aku tak akan
mencampurinya.
Kau tak akan tahu bagaimana pertemuan itu selalu kunanti
agar aku bisa sekedar melihatmu.
Kau tak akan tahu bagaimana senangnya hatiku saat kau
berbaik hati mengajakku.
Kau tak akan tahu juga bagaimana perihnya saat aku tahu kau
menginginkan yang lain, mendukungmu sepenuh hati (dan aku tulus), melihatmu
bertingkah di depan dia, mendengar percakapan kalian yang seakan tak ada
habisnya.
Kau tak akan tahu aku menghapus seluruh tulisan itu hanya
agar tak ada yang tahu.
Dan kau tak akan tahu bahwa sesungguhnya aku sudah tidak
lagi menyimpan peraasaan itu karena kaupun tak tahu aku pernah memiliki
perasaan semacam itu.
Aku sudah tidak menyimpan perasaan itu.
I ever told you: “ i don’t
want to be the option, i want to be the answer” after all, i’m just an
option, am i?
Klo menurutmu dia emang baik dan layak diperjuangkan, stay jadioption dulu juga ga pa pa kok mink. Pada waktunya yg tadinya cuma option bisa jadi answer. Tapi klo menurutmu dia ga layak diperjuangkan, ya sudah. Besok2 masih bisa nemu lagi.
BalasHapus